Menurut Joint
National Commeettee-7 (JNC-7) dan Depkes 2006 bahwa terapi pada penderita
hipertensi ada dua jenis yaitu :
a. Terapi
non farmakologi atau mengubah pola hidup
Terapo non farmakologi merupakan pengendalian faktor risiko yang bisa
diubah pada penderita hipertensi dengan usaha sebagai berikut:
1)
Mengatasi
obesitas/ menurunkan berat badan
Pada penelitian Todong (2012) kejadian kelebihan berat badan
mengakibatkan 2
kali
kenaikan risiko mendapat hipertensi dibandingkan badan orang yang normal. Pada
penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% yang memiliki badan berat badan
lebih (overweight). Menurut (JNC-7)
pengurangan berat badan sebanyak 10 kg dapat mengurangi tekanan darah sebesar
5-20 mmHg. Oleh sebab itu berat badan mesti dikendalikan.
2)
Berhenti merokok
Merokok dapat meningkatkan tekanan darah, nikotin pada rokok
sangat membahayakan kesehatan karena nikotin dapat meningkatkan tekanan darah
dan pengapuran pada dinding pembuluh darah. Dua batang rokok terbukti dapat
meningkatkan tekanan darah sebesar 10 mm/Hg. (Selvi, 2009). Oleh sebab itu
perlunya mengurangi menghisap rokok secara bertahap pada perokok berat hingga
dapat berhenti secara total.
3)
Melakukan olahraga secara teratur
Aktifitas fisik secara umum berkaitan dengan kebiasaan
olahraga merupakan salah satu bentuk penggunaan energi dalam badan disamping
metabolisme basal dan spesific dynamic
action dari jenis makanan. Aktifitas fisik dapat suatu kegiatan olahraga
guna mencegah terjadinya penimbunan lemak dalam tubuh. (Sari, 2010). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan kemenkes bahwa melakukan aktifitas fisik secara
teratur (aktivitas fisik erobik selama 30-45 menit/hari) diketahui sangat
efektif dalam menurunkan hipertensi hingga mencapai 19% sampai 30%. Selain itu,
melakukan olahraga dapat mengurangi tekanan darah sebesar 4-9 mm Hg.
4)
Mengurangi asupan natrium
Konsumsi garam sebaiknya dikurangi pada penderita.
Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan. Batasi sampai
kurang dari 6 gram (1 sendok teh) per hari memasak dapat mengurangi tekanan
darah 2-8 mmHg. (Gunawan, 2012).
5)
Melakukan diet dan mengurangi asumsi lemak
Kadar kolesterol yang tinggi dalam serum dapat meningkatkan
risiko komplikasi aterosklerotik hipertensi, meskipun agak kurang namun hal ini
tidak berlaku pada usia diatas 70 tahun. (Gunawan, 2012). Diet dengan
mengkonsumsi makanan buah, sayur dan rendah lemak hewani dan mengurangi asam
lemak jenuh diharapkan mengurangi tekanan darah sebesar 8-14 mmHg. (Tjokroprawiro, A et al., 2005).
b. Terapi
farmakologi
Pengobatan
hipertensi dilakukan dengan tujuan untuk mencapai tekanan darah target. Sekali
obat antihipertensi digunakan, selanjutnya sangat diperlukan pemeriksaan rutin
untuk menilai perkembangan yang dilakukan (JNC VII, 2003). Depkes RI 2004,
menyebutkanpenatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan
angka kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal
mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita.
Jenis-jenis obat antihipertensi menurut JNC-VII adalah :
1) Diuretik
terutama jenis Triazide (Triaz) atau Aldosterone Antagonist (Aldo Ant).
Obat-obatan jenis
diuretik bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh lewat kencing sehingga volume
cairan tubuh berkurang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan
dan berefek turunnya tekanan darah. Digunakan sebagai obat pilihan pertama pada
hipertensi tanpa adanya penyakit lainnya.
2) Penghambat
Simpatis
Golongan ini
bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (syaraf yang bekerja pada
saat kita beraktivitas). Contoh obat yang termasuk dalam golongan ini adalah
metildopa, klonidin dan reserpin.
3) Penghambat
Reseptor Beta atau Beta Blockers
(BBs)
Mekanisme kerja
obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis obat
ini tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan
pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obat golongan ini adalah: metoprolol,
propanolol, atenolol dan bisoprolol. Obat ini bekerja langsung pada pembuluh
darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Obat yang termasuk
dalam golongan ini adalah prazosin dan hidralazin.
4) Penghambat
enzim konversi angiostensin atau angiotensin
converting enzyme inhibitor (ACEI)
Kerja obat
golongan ini adalah menghambat pembentukan zat antangiosin II. Contoh obat ini
adalah katopril.
5) Antagonis
kalsium atau Ca Channel blockers (CCB)
Golongan obat ini
adalah bekerja menurunkan pompa jantung dengan menghambat kontraksi otot
jantung. Adapaun yang termasuk kedalam golongan obat ini adalah nefedipin,
diltizem, dan verapamil.
6) Penghambat
reseptor angiostesin II atau angiotensin
reseptor blockers (ARB).
Kerja obat ini
adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin II pada reseptornya yang
mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk golongan
ini adalah varsartan.
Pengobatan hipertensi
dimulai secara bertahap dan target tekanan darah dicapai progresif dalam
beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa
panjang atau memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali. Pilihan apakah
memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi
tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi
dimulai dengan satu jenis obat dalam dosis rendah dan belum mencapai target
maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat tersebut atau berpindah
ke obat antihipertensi lain dengan dosis yang rendah.
Sebagian besar pasien
memerlukan kombinasi obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah
tetapi terapi kombinasi dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan
kepatuhan pasien karena jumlah obat yang harus diminum bertambah. Adapun jenis
obat yang digunakan pada terapi obat kombinasi antara lain :
·
Diuretika dan ACEI atau ARB
·
CCB dan BB
·
CCB dan diuretika
·
AB dan BB
·
Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat
(Sudoyo, 2009).
Tabel 4. Tatalaksana Hipertensi menurut
JNC-7
Klasifikasi Tekanan Darah
|
TDS (mmHg)
|
TDD
(mmHg)
|
Perbaikan Gaya Hidup
|
Terapi Obat Awal
|
|
Tanpa indikasi yang memaksa
|
Dengan indikasi yang memaksa
|
||||
Normal
|
<120
|
dan <80
|
Dianjurkan
|
|
|
Prehipertensi
|
120-139
|
Atau 80-89
|
Ya
|
Tidak
ada obat hipertensi yang
dianjurkan
|
Obat-obatan untuk indikasi yang
memaksa
|
Hipertensi derajat 1
|
140-159
|
Atau 90-99
|
Ya
|
Diuretika jenis triazide untuk
sebahagian besar kasus dapat mempertimbangkan ACEI, ARB, BB, CCB atau
kombinasi
|
Obat –obat untuk indikasi yang
memaksa obat antihipertensi lain (diuretika, ACEI, ARB, BB, CCB) sesuai
dengan kebutuhan
|
Hipertensi derajat 2
|
> 160
|
Atau >100
|
Ya
|
Kombinasi 2 obat untuk sebagian
besar kasus umumnya diuretika jenis Triazide dan ACEI atau ARB atau BB atau
CCB
|
|
Sumber : JNC-VII, 2003
Penderitahipertensi
paling sedikit harus dievaluasi setiap bulan untuk peyesuaian obat agar tekanan
darah segera tercapai. Jika sudah tercapai evaluasi dapat dilakukan tiap 3
bulan. Penderita dengan derajat 2 atau faktor dikomorbid misalnya diabetes dan payah
jantung memerlukan evaluasi lebih sering. Faktor risiko kardiovaskuler yang
lain serta adanya kondisi komorbid harus secara bersama diobati sampai
seoptimal mungkin. (Tjokroprawiro, 2005).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar