Kamis, 03 Desember 2015

Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR)

SKDR adalah surveilans yang bertujuan mendeteksi dini KLB bagi penyakit menular, stimulasi dalam melakukan pengendalian KLB penyakit menular, meminimalkan kesakitan/kematian yang berhubungan dengan KLB, memonitor kecenderungan penyakit menular, dan menilai dampak program pengendalian penyakit spesifik. Unit pelapor dari system ini adalah puskesmas, dan kelengkapan maupun ketepatan laporan dari unit pelapor dihitung berdasarkan jumlah puskesmas di setiap kabupaten dan di propinsi dan secara otomatis dihitung oleh aplikasi software bernama EWARS (Early Warning Alert and Response System). Pengiriman data dari pustu/bidan desa dikirim ke puskesmas dengan SMS, HT, dan lain. Dari puskesmas ke kabupaten/kota dikirim juga melalui SMS, HT, dan lain – lain. Dari Kabupaten / Kota ke propinsi dikirim melalui email. Dari propinsi ke pusat (Subdit Surveilans dan Respon KLB) data dikirim melalui email.

Tabel 1. Alur Data periode Mingguan (Minggu – Sabtu) :
Periode: Mingguan (Minggu-Sabtu) Waktu
Unit dan Tingkat
Yang bertanggungjawab
Koordinator
Cara Pengiriman
Sabtu sore
Pustu, Bidan Desa kirim via SMS. Format Surveilans Mingguan ke puskesmas
Petugas kesehatan yang bertanggung jawab terhadap pengumpulan data
Melalui SMS, HT, dan lain-lain
Senin pagi
Data agregat Puskesmas dikirim ke tingkat kabupaten/kota
Petugas surveilans di tingkat puskesmas
Melalui SMS, HT, dan lain-lain
Selasa pagi
Petugas Surveilans Kabupaten melakukan entri data dan mengirim file export ke propinsi
Petugas Surveilans Kabupaten
Melalui Email
Selasa siang
Petugas surveilans propinsi melakukan analisis data dan menghasilkan laporan mingguan
Petugas surveilans propinsi

Selasa siang
Petugas surveilans propinsi mengirimkan file export ke Subdit Surveilans dan Respon KLB Kementerian Kesehatan RI
Petugas surveilans propinsi
Melalui Email ke ewars.pusat@gmail.com
Sumebr : Pedoman SKDR, 2014
Data bisa dikirim dengan format mingguan (W2) atau dengan menggunakan format SMS.
1.      Format Mingguan (W2)
Format pengumpulan data berisi informasi di bawah ini :
a.  Nomor urut format : nomer ini harus diisi dan dilengkapi oleh unit kesehatan yang mengirimkan laporan di setiap tingkat. Nomor urut untuk setiap unit kesehatan yang mengirimkan laporan dimulai dari angka 1 dan dilanjutkan secara berurutan
b.      Identitas unit kesehatan : puskesmas/pustu/bidan, kecamatan, kabupaten
c.   Jumlah minggu epidemiologi, periode laporan adalah satu pecan dimana kasus dilaporkan. Unit puskesmas pelapor harus memberikan indikasi tanggal dimana awal pekan adalah pada hari Minggu dan akhir pekan adalah pada hari Sabtu.
d.    Data penyakit : data diisi dan dilengkapi berdasarkan buku registrasi harian puskesmas bersama data yang dikumpulkan dari unit pelayanan tingkat desa, berdasarkan definisi kasus baku system surveilans. Sistem fasilitas kesehatan harus memiliki daftar definisi kasus. Hanya kasus baru (konsultasi pertama) yang harus dilaporkan untuk seluruh usia yang ditemukan.
2.      Format SMS
Format dalam SMS dengan informasi seperti di bawah ini :
·         Minggu Epidemiologi ke berapa
·         Nama unit pelapor
·         Jumlah kasus setiap penyakit yang melaporkan kasus pada minggu tersebut
·         Jumlah total kunjungan pasien
Contoh pelaporan menggunakan SMS
2,pustu sukoharjo,A10,B15,H3,T4,X110
Artinya : minggu epidemiologi ke 2, nama unit pelapor adalah pustu sukoharjo, jumlah kasus diare = 10, jumlah kasus malaria = 15, jumlah kasus tersangka Chikungunya = 3, jumlah kasus klater penyakit yang tidak lazim = 4, jumlah kunjungan = 110.

Aplikasi EWARS di Kabupaten/Kota dan Propinsi dapat digunakan untuk melakukan entri data, membuat analisis sederhana, memunculkan alert atau peringatan, dan  indiktor baku serta laporan secara otomatis. Setiap puskesmas menyimpan format mingguan yang sudah diisi dan file menurut minggu dan bulan.
Indikator akan dihitung secara otomatis oleh aplikasi. Aplikasi mengizinkan penghitung indikator laporan mingguan pada tingkat geografis yang berbeda seperti puskesmas, kecamatan, kabupaten/kota dan propinsi.
1.      Jumlah kasus baru setiap penyakit menurut minggu
2.      Total kunjungan
3.      Proporsi Kesakitan
4.      Insidence Rate setiap penyakit menurut minggu dan tingkat geografis
5.      Ketepatan waktu dari puskesmas ke kabupaten//kota
6.      Katepatan waktu dari Kabupaten/Kota ke Propinsi
7.      Kelengkapan laporan unit pelapor menurut Kabupaten/Kota dan Propinsi
8.      Nama fasilitas kesehatan yang melapor dan yang TIDAK melapor
9.      Daftar alert (sinyal siaga) mingguan berdasarkan definisi nilai ambang batas.
Monitoring Laporan  dilakukan pada :
1.      Tingkat Kabupaten/Kota
Setiap Senin pagi, mengecek jika semua format dari puskesmas telah diterima. Fasilitas kesehatan yang belum mengirimkan informasi/laporan dihubungi.
2.      Tingkat Propinsi
Setiap Selasa siang, mengecek jika semua format dari kabupaten/kota telah diterima. Petugas surveilans kabupaten/kota dihubungi untuk mendapatkan informasi yang belum lengkap.
Umpan Balik dalam program ini adalah seksi Surveilans Kabupaten/Kota dan Propinsi akan membuat ringkasan laporan mingguan (Bulletin Mingguan) termasuk:
1.      Alert (sinyal siaga)
2.      Informasi epidemiologi yang relevan
3.      Rekomendasi kegiatan yang dianjurkan untuk mengendalikan tersangka KLB.
4.      Hasil kegiatan minggu sebelumnya untuk mengendalikan KLB.

Sumber : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 949/Menkes/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

SURVEILANS


1.      Pengertian
Pengertian surveilans menurut WHO adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan (Depkes RI, 2004). Berdasarkan pengertian tersebut maka perlu dikembangkan suatu definisi surveilans epidemiologi yang lebih mengedepankan analisis atau kajian epidemiologi serta pemanfaatan informasi epidemiologi, tanpa melupakan pentingnya kegiatan pengumpulan dan pengolahan data.  

2.       Tujuan surveilans
Tujuan surveilans secara umum adalah untuk memperoleh informasi tentang penyakit atau masalah kesehatan lainnya yang meliputi frekuensi, distribusi, insidensi, frekuensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi, serta dapat dibaca secara cepat dan benar  sehingga mampu menjawab pertanyaan  siapa, dimana, kapan, sehingga akhirnya dapat dilakukan tindakan pencegahan dan penanggulangan secara cepat dan terarah.
Adapun beberapa tujuan khusus dari surveilans adalah:
1.       Memantau kecenderungan penyakit
2.       Deteksi dan prediksi terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB)
3.       Memantau kemajuan suatu program pemberantasan atau pengendalian
4.       Menyediakan informasi untuk perencanaan pembangunan dan pelayanan kesehatan
5.       Pembuatan policy dan kebijaksanaan pemberantasan penyakit

3.       Komponen kegiatan surveilans
Berdasarkan pengertian surveilans epidemiologi diatas maka komponen kegiatan surveilans epidemiologi memiliki komponen utama yaitu:
1)      Pengumpulan data
Kegiatan pengumpulan data merupakan komponen yang sangat penting karena kualitas informasi yang diperoleh sangat ditentukan oleh kualitas data yang dikumpulkan. Data yang dikumpulkan harus jelas, tepat dan ada hubungannya dengan penyakit yang bersangkutan. Pengumpulan data surveilans harus mendapat jaminan dapat dilakukan secara teratur dan terus menerus, baik dilakukan secara mingguan, bulanan ataupun secara tahunan.
Mekanisme pengumpulan data surveilans dapat dilakukan melalui surveilans pasif dengan menerima laporan atau  surveilans aktif. Surveilans aktif dilakukan dengan cara melakukan kunjungan petugas surveilans ke unit sumber data di puskesmas, rumah sakit, laboratorium serta langsung di masyarakat ataupun sumber data lainnya seperti pusat riset dan penelitian yang berkaitan. Pengumpulan data dari sumber data dapat diintegrasikan dengan surveilans dari penyakit lainnya agar mengurangi duplikasi data.
Persyaratan data surveilans yang baik adalah kelengkapan laporan yang diterima, kontinuitas laporan serta ketepatan waktu pengiriman oleh sumber data. Kelengkapan, ketepatan dan validitas laporan merupakan salah satu indikator penting dalam memelihara mutu data surveilans epidemiologi, dan nantinya sangat berpengaruh dalam melakukan interpretasi data tersebut secara akurat. Adapun pengertian dan maksud dari kelengkapan, ketepatan dan validitas laporan adalah sebagai berikut:
a)      Kelengkapan laporan
Kelengkapan laporan yaitu presensi laporan yang seharusnya diterima atau dikirim dibanding kenyataan laporan yang diterima dalam waktu tertentu.
b)      Ketepatan waktu
Ketepatan waktu laporan yang dimaksud adalah waktu laporan diterima dinas kesehatan kabupaten sesuai dengan waktu laporan yang telah disepakati atau diterapkan bersama
c)       Validitas laporan
Validitas laporan artinya data yang dimuat di dalam laporan tersebut data yang dapat dipertanggungjawabkan kebenaran pengisiannya oleh petugas pada sumber data terutama di puskesmas dan rumah sakit.
Sumber data yang dikumpulkan berlainan untuk tiap jenis penyakit, sehingga masing-masing penyakit hanya memerlukan beberapa jenis data yang dikumpulkan. Adapun sumber data sistem surveilans yang dirancang oleh WHO terdiri dari 10 elemen yaitu:
-       Pencatatan kematian
-       Laporan penyakit
Laporan kematian merupakan elemen yang terpenting dalam surveilans, dan data yang diperlukan diantaranya nama penderita, umur, jenis kelamin, alamat, diagnosis dan tanggal mulai sakit jika diketahui
-       Laporan KLB atau wabah
-       Hasil pemeriksaan laboratorium
-       Penyelidikan kasus
-       Penyelidikan KLB atau wabah
-       Survei
-       Laporan penyelidikan vector
-       Pemakai obat dan vaksin
-       Keterangan penduduk atau kondisi lingkungan.
2)      Pengolahan, analisis dan interpretasi data
Langkah selanjutnya setelah data terkumpul adalah pengolahan data. analisis dan interpretasi data. Informasi data diperoleh melalui pengolahan data, dan selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel-tabel, grafik, “chart” dan mapping, yang menjelaskan kejadian tiap penyakit dihubungkan dengan waktu tempat dan orang.
Kriteria pengolahan data yang baik adalah:
a)      Tidak membuat kesalahan selama proses pengolahan data
b)      Dapat mengidentifikasi adanya perbedaan dalam frekuensi dan distribusi kasus
c)   Teknik pengolahan data yang dipakai tidak menimbulkan pengertian yang salah atau berbeda
d)      Metode yang dipakai sesuai dengan metode-metode yang lazim.
Adanya kemajuan teknologi komputerisasi harus dapat dimanfaatkan dalam proses pengolahan data, terutama untuk kemudahan menyajikan hasil pengolahan data berdasarkan variabel epidemiologi yang diinginkan, serta analisis dengan simulasi statistik.
Pelaksanaan analisis dan interpretasi data sangat tergantung tingkat unit pelayanan kesehatan serta ketrampilan petugas kesehatan khususnya petugas surveilans yang ada pada unit tersebut. Berdasar hasil analisis dan interpretasi data dapat dibuatkan rekomendasi atau saran-saran untuk menentukan tindakan yang perlu dilakukan oleh pihak yang berkepentingan dalam memecahkan masalah kesehatan yang ada.
Untuk melakukan analisis data sangat dibutuhkan kemampuan yang memadai dibidang epidemiologi, wawasan yang luas, dan berorientasi pada tujuan-tujuan surveilans epidemiologi itu dikembangkan. Analisis di bagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:
a)      Analisis sederhana
Analisis sederhana yaitu analisis data mentah menjadi tabel, grafik atau peta, dimana penyajian ketiga hasil analisa tersebut harus bersifat sederhana dan sebanyak-banyaknya hanya 3 variabel saja yaitu komunikatif, informatif, dan maksud yang diharapkan oleh penganalisa dapat dipahami oleh penerima hasil analisa.
b)      Analisis lanjut
Analisis lanjut yaitu analisis terhadap tabel, grafik dan peta sehingga menghasilkan telaahan mendalam terhadap suatu masalah yang dianalisis. Analisis ini mencurahkan semua keampauan penganalisis, termasuk kecerdasan, pengetahuan tentang penyakit dan faktor risiko, pengetahuan tentang kondisi populasi saat sekarang dan kemungkinan yang dihadapi dimasa yang akan datang, serta kecerdikan dan keuletan
3)      Umpan balik dan desiminasi informasi yang baik serta respon yang cepat.
Memberikan umpan balik kepada sumber-sumber data surveilans agar mudah memberikan kesadaran kepada sumber data tentang pentingnya proses pengumpulan data merupakan kunci dalam keberhasilan surveilans. Bentuk umpan balik biasanya ringkasan informasi atau korektif laporan yang dikumpulkan.
Desiminasi informasi yang baik harus dapat memberikan informasi yang mudah dimengerti dan dimanfaatkan dalam menentukan arah kebijakan kegiatan, upaya pengendalian serta evaluasi program yang dilakukan. Berbagai cara desiminasi informasi yang dapat dilakukan diantaranya dengan:
a)    Membuat suatu laporan hasil kajian yang disampaikan kepada atasan
b)    Membuat tulisan dimajalah rutin
c)    Membuat laporan kajian untuk seminar dan pertemuan
d)    Memanfaatkan media internet yang setiap saat dapat diakses dengan mudah.

4.       Kegunaan surveilans
Kegunaan surveilans diantaranya dapat untuk menentukan luasnya infeksi dan risiko penularan penyakit sehinga tindakan pencegahan dan penananggulangan dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Pada perkembangan selanjutnya surveilans harus digunakan dalam menajemen kesehatan untuk menanggulangi masalah kesehatan masyarakat secara luas. Beberapa kegunaan surveilans yang penting adalah:
1)      Mengamati kecenderungan dan memperkirakan besar masalah kesehatan
2)      Mendeteksi serta memprediksi adanya KLB
3)     Mengamati kemajuan suatu program pencegahan dan pembrantasan penyakit yang dilakukan
4)      Memperkirakan dampak program intervensi yang ada
5)      Mengevalusi program intervensi
6)      Mempermudah perencanaan program pemberantasan

5.       Karakteristik sistem surveilans yang baik
Karakteristik dasar dari sistem surveilans yang baik yang dapat diterapkan pada berbagai macam proses penyakit dan penyakit diantaranya:
1)      Kesederhanaan (Simplicity)
Kesederhanaan sistem surveilans mencakup kesederhanaan dalam hal struktur dan kemudahan pengoperasian sistem tersebut. Sebaiknya sistem surveilans dirancang sesederhana mungkin, tetapi masih mampu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kesederhanaan erat kaitannya dengan ketepatan waktu, sehingga akan mempengaruhi jumlah sumber daya atau sumber dana yang dibutuhkan untuk pelaksanaan sistem surveilans itu
2)      Fleksibilitas (Flexibility)
Sistem surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan diri dengan perubahan informasi yang dibutuhkan atau situasi pelaksanaan tanpa disertai peningkatan yang berarti akan kebutuhan biaya, tenaga dan waktu. Makin sederhana sistem surveilans, makin fleksibel untuk diterapkan pada penyakit atau masalah kesehatan lain serta komponen yang harus diubah akan lebih sedikit.
3)      Akseptibilitas (Acceptability)
Akseptibilitas dalam sistem surveilans menggambarkan kemauan seseorang atau organisasi untuk berpartisispasi dalam melaksanakan sistem tersebut. Akseptibilitas adalah suatu atribut dalam sistem surveilans yang sangat subyektif yang mencakup kemauan pribadi dari orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan sistem surveilans untuk menyediakan data yang akurat, konsisten, lengkap dan tepat waktu.
Akseptibilitas merupakan masalah  bagi surveilans aktif dan pasif, terlebih untuk surveilans pasif, jika sistem surveilans tersebut tidak diterima oleh stakeholder kunci dan pengguna, maka data sistem cenderung tidak dapat memberikan gambaran yang terpercaya mengenai penyakit di dalam populasi.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi akseptibilitas dari suatu sistem surveilans adalah:
a)      Pentingnya suatu masalah kesehatan dilihat dari segi kesehatan masyarakat.
b)      Pengakuan dari sistem terhadap kontribusi individual.
c)       Tingkat responsif dari sistem terhadap saran-saran dan komentar
d)      Waktu yang diperlukan dibandingkan dengan waktu yang tersedia.
e)  Keterbatasan yang diakibatkan oleh adanya peraturan-peraturan baik tingkat pusat maupun daerah dalam hal pengumpulan data dan jaminan kerahasiaan data.
f)   Kewajiban untuk melaporkan suatu peristiwa kesehatan sesuai dengan peraturan di daerah maupun pusat
4)      Sensitivitas (Sensitivity)
Sensitivitas menggambarkan dari seluruh orang yang benar-benar sakit di dalam populasi dasar, dan berapa banyak diantaranya yang teridentifikasi oleh sistem surveilans tersebut. Sistem surveilans harus mendeteksi mayoritas kasus sehingga memiliki sensitivitas yang tinggi dan mendeteksinya dengan cara yang representatif.
Penekanan utama dalam menilai sensitivitas dengan asumsi kasus-kasus yang dilaporkan sebagian besar diklasifikasikan dengan benar adalah mengestimasi proporsi dari jumlah kasus di masyarakat yang dapat dideteksi oleh sistem surveilans.
Sensitivitas pada sistem surveilans dapat dilihat pada 2 tingkatan yaitu:
a)  Tingkatan pertama, yaitu pada tingkat pengumpulan data, proporsi kasus dari suatu penyakit atau masalah kesehatan yang dideteksi oleh sistem surveilans.
b)    Tingkatan kedua, yaitu sistem surveilans dapat dinilai kemampuannya untuk mendeteksi KLB.
Sensitivitas dari sistem surveilans dipengaruhi oleh:
a)  Orang-orang dengan penyakit atau masalah kesehatan tertentu yang mencari upaya kesehatan
b)   Penyakit-penyakit atau keadaan yang akan didiagnosa, dimana hal ini menggambarkan ketrampilan para petugas kesehatan dan sensitivitas dari tes diagnostik
c)       Kasus yang dilaporkan dalam sistem, untuk diagnosis tertentu
5)      Nilai prediktif positif (Predictive value positive)
Nilai prediktif positif (NPP) adalah proporsi dari populasi yang diidentifikasikan sebagai kasus oleh suatu sistem surveilans dan kenyataannya memang kasus. Nilai prediktif positif  bermanfaat dalam bidang kesehatan masyarakat, hal ini dapat dilihat pada 2 tingkatan yaitu:
a)      Tingkat kasus individual
Nilai prediktif positif mempengaruhi jumlah sumber daya atau sumber dana yang digunakan untuk melacak kasus. Pada sistem surveilans dengan NPP yang rendah akan menghasilkan pelaporan kasus positif palsu sehingga dampaknya akan menghamburkan sumber daya dan dana. Penghitungan NPP pada tingkat penemuan kasus ini dapat dilakukan apabila ada catatan mengenai jumlah pelacakan kasus yang telah dilakukan dan proporsi dari orang-orang yang benar mengalami suatu peristiwa kesehatan atau menderita penyakit yang diamati oleh sistem.
b)      Tingkat pendeteksian dari suatu KLB
Angka kesalahan pelaporan kasus yang cukup tinggi akan menyebabkan penyelidikan KLB yang tidak memadai, karena itu proporsi dari KLB yang berhasil diidentifikasikan oleh sistem surveilans dan benar-benar merupakan KLB sangat diperlukan untuk menilai NPP.
Nilai prediktif positif dari suatu masalah kesehatan erat kaitannya dengan kejelasan dan spesifitas dari definisi kasus. Komunikasi yang baik antara orang-orang yang melaporkan kasus dan instansi yang menerima laporan akan meningkatkan NPP.
Nilai prediktif positif menggambarkan sensitivitas dan spesifitas dari definisi kasus dan prevalensi dari suatu keadaan yang terjadi dalam masyarakat. Nilai prediktif positif akan meningkat seiring dengan meningkatnya spesifitas dan prevalensi.
6)       Kerepresentatifan (Representativeness)
Sistem surveilans yang representatif mampu menggambarkan secara akurat tentang kejadian dari suatu peristiwa kesehatan dalam periode waktu tertentu dan distribusi peristiwa tersebut dalam masyarakat menurut tempat dan orang.
Kerepresentatifan sistem surveilans dinilai dengan membandingkan karakteristik dari kejadian-kejadian yang dilaporkan dengan semua kejadian yang ada, dan jangan lupa bahwa kualitas data merupakan bagian yang penting dari kerepresentatifan. Walaupun informasi mengenai kejadian yang sebenarnya dalam masyarakat tidak diketahui, penentuan kerepresentatifan dari sistem surveilans masih mungkin dilakukan berdasarkan pada karakteristik populasi, riwayat dari peristiwa kesehatan, upaya kesehatan yang tersedia, dan sumber-sumber data.
Salah satu hasil yang penting dalam penilaian kerepresentatifan suatu sistem surveilans adalah ditemukannya subgroup dari suatu populasi yang secara sistematis tidak termasuk dalam pengamatan.
7)      Ketepatan waktu (Timelines)
Ketepatan waktu dalam sistem surveilans menggambarkan kecepatan atau kelambatan diantara langkah-langkah dalam suatu sistem surveilans yaitu pengumpulan data, pengolahan, analisis, interpretasi data serta penyebarluasan informasi. Setiap penyakit memiliki persyaratan tersendiri untuk ketepatan waktu pelaporan.
Periode pelaporan dan waktu untuk mengakses data surveilans yang lama mengindikasikan bahwa terdapat masalah dalam sistem surveilans tersebut. Agar dapat memberi perbaikan pada kesehatan masyarakat, harus tersedia data surveilans yang up to date. Ketepatan waktu mengacu pada seberapa cepat data dikelola dalam seluruh sistem surveilans, dan berapa banyak waktu yag di butuhkan di masing-masing langkah proses. Dengan adanya waktu yang lama antara terjadinya kasus dan ketika kasus dilaporkan hingga saat informasi digunakan, akan menghasilkan sistem yang kurang efektif. Untuk dapat mendukung meningkatnya ketepatan waktu dalam sistem surveilans teknologi komputer sangat dibutuhkan.

Blog Baru

Haii.... Silahkan beralih ke Blog saya yang kedua di http://nurvitawikansari.com Selamat membaca.. Terima Kasih :)