Minggu, 06 Maret 2016

Surveilans P2 ISPA Pneumonia


1.      Sistem surveilans P2 ISPA
Sistem surveilans P2 ISPA adalah kegiatan mencatat, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menginterpretasikan data kasus menurut waktu, tempat kejadian serta menyebarluaskan informasi sesuai kebutuhan program P2 ISPA yang dilakukan  terus menerus dan sistematis.

2.      Tujuan surveilans P2 ISPA
Tujuan evaluasi terhadap sistem surveilans P2 ISPA adalah untuk memantu dan mengevaluasi pelaksanaan P2 ISPA dengan melihat ketepatan dan kelengkapan data surveilans, ketepatan waktu laporan, penggunaan data, penyajian data, serta penyusunan umpan balik atau rekomendasi, sehingga hasilnya nanti dapat diidentifikasi kelamahan yang ada pada pelaksanaan sistem surveilans P2 ISPA.

3.      Pelaksanaan Surveilans P2 ISPA
Kegiatan surveilans P2 ISPA diantaranya pengumpulan data penderita P2 ISPA, pengolahan data, analisis data, interpretasi data dan penyebarluasan informasi. Adapun pelaksanaan dari kegiatan surveilans P2 ISPA  adalah sebagai berikut:

1)      Pengumpulan data
a)      Penemuan penderita P2 ISPA
Pelaksanaan Program P2 ISPA yang menjadi target penemuan penderita adalah penderita pneumonia balita saja, sedangkan penderita ISPA non pneumonia dan non balita tidak merupakan target program pengendalian pneumonia balita. 
Penderita ISPA non balita, ISPA balita selain batuk bukan pneumonia (non common cold) diberi  tatalaksana atau pengobatan sesuai pola yang berlaku di sarana kesehatan yang bersangkutan. Sedangkan penderita ISPA balita yang masuk dalam klasifikasi batuk bukan pneumonia dengan diagnosis batuk pilek biasa atau common cold diberikan tatalaksana atau pengobatan sesuai dengan pedoman program P2  ISPA.
Penemuan kasus pneumonia balita, meliputi :
-       Penemuan kasus secara pasif
Kegiatan penemuan ini dilaksanakan di seluruh Unit Pelayanan  Kesehatan (UPK) yang ada mulai dari tingkat desa atau poskesdes, puskesmas pembantu, puskesmas sampai rumah sakit. Setiap petugas kesehatan di UPK melakukan deteksi dini kasus pneumonia balita sesuai kriteria klasifikasi kasus.
-       Penemuan kasus secara aktif
Kegiatan ini dilaksanakan oleh petugas UPK bersama kader secara aktif mendatangi sasaran (pasien) di wilayah kerja atau lapangan.
Penemuan kasus secara aktif dan pasif tetap menggunakan klasifikasi sesuai dengan tabel 2 berikut tentang klasifikasi berdasarkan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai peningkatan frekuensi napas sesuai umur.
Tabel 2. Klasifikasi Berdasarkan Adanya Batuk dan atau Kesukaran Bernapas disertai Peningkatan Frekuensi Napas Sesuai Umur

Kelompok Umur
Klasifikasi
Tanda Penyerta Selain Batuk dan atau Sukar bernapas
2 bulan –
< 5 tahun
Pneumonia Berat
Tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (chest indrawing)
Pneumonia
Napas cepat sesuai golongan umur:
2 bulan-<1 tahun: ≥50X/menit
1-<5 tahun          : ≥40X/menit
Bukan Penumonia
Tidak ada napas cepat dan Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
< 2 bulan
Penumonia berat
Napas cepat ≥ 60 X/menit atau tarikan kuat dinding dada bagian bawah kedalam (chest indrawing)
Bukan Pneumonia
Tidak ada napas cepat dan Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam

Target penemuan penderita pneumonia bagi balita di suatu puskesmas di dasarkan pada angka insidens pneumonia balita dan jumlah balita di wilayah kerja puskesmas yang bersangkutan. Jika angka insidens pneumonia untuk suatu daerah belum diketahui maka dapat digunakan angka perkiraan (nasional) insidens pneumonia balita di Indonesia yaitu 10%. Jumlah balita disuatu daerah diperkirakan sebesar 10% dari jumlah total penduduk. Namun jika provinsi, kabupaten atau kota memiliki data jumlah balita secara riil yang bisa dipertanggungjawabkan di wilayahnya, maka dapat menggunakan data tersebut sebagai dasar untuk menghitung target cakupan penemuan penderita pneumonia balita.
Rumus perkiraan jumlah penderita pneumonia Balita di suatu wilayah kerja per tahun adalah sebagai berikut :
·         Bila jumlah balita sudah diketahui
Insidens pneumonia balita = 10% jumlah balita
·         Bila jumlah balita belum diketahui
Perkiraan jumlah balita = 10% jumlah penduduk
Target penemuan penderita pneumonia balita adalah jumlah penderita pneumonia balita yang harus ditemukan / dicapai di suatu wilayah dalam 1 tahun sesuai dengan kebijakan yang berlaku setiap tahun secara nasional.
Contoh :
Kebijakan tahun 2011 target penemuan penderita pneumonia balita = 70%
Maka puskesmas Mekati :
Jumlah (minimal) penderita pneumonia balita yang harus dicapai adalah
70% x 300 penderita pneumonia balita = 210 balita/tahun
70% x (210 penumonia balita : 12) = 17 – 18 balita/bulan
Bila puskesmas melati dalam setahun menemukan 180 penderita maka pencapaian target penemuan adalah (180/300) x 100% = 60%
Jadi, puskesmas melati tidak mencapai target 70%, oleh karena itu perlu dianalisis penyebab permasalahannya sehingga dapat diketahui pemecahan masalah dan sapat ditindaklanjuti untuk tahun berikutnya.
b)    Tatalaksana penderita pneumonia balita
Pola tatalaksana penderita yang dipakai dalam pelaksanaan pengendalian ISPA untuk penanggulangan pneumonia pada balita didasarkan pada pola tatalaksana penderita ISPA yang diterbitkan WHO tahun 1988 yang telah mengalami adaptasi sesuai kondisi Indonesia
Tabel 3. Tatalaksana penderita batuk dan atau kesukaran bernapas umur < 2 bulan
Tanda
Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang kuat(TDDK kuat)
ATAU
Adanya napas cepat 60 x/menit atau lebih
Tidak ada TDDK kuat
DAN
Tidak ada napas cepat, frekuensi napas : kurang dari 60 x/menit
Klasifikasi
PNEUMONIA BERAT
BATUK BUKAN PNEUMONIA
Tindakan
Rujuk segera ke rumah sakit
Beri 1 dosis antibiotik
Obati demam, jika ada
Obati wheezing, jika ada
Anjurkan ibunya untuk tetap memberikan ASI
Nasihati ibu untuk tindakan perawatan di rumah/menjaga bayi tetap hangat
Memberi ASI lebih sering
Memberikan lubang hidung jika mengganggu pemberian ASI
Anjurkan ibu untuk kembali kontrol jika :
a.       Pernapasa menjadi cepat atau sukar
b.       Kesulitan minum ASI
c.        Sakitnya bertambah parah

Setelah penderita pneumonia balita ditemukan dilakukan tatalaksana sebagai berikut :
a.       Pengobatan dengan menggunakan antibiotic : kotrimoksazol, amoksisilin selama 3 hari dan obat simptomatis yang diperlukan seperti parasetamol, salbutamol
b.      Tindak lanjut bagi penderita yang kunjungan ulang yaitu penderita 2 hari setelah mendapat antibiotic di fasilitas pelayanan kesehatan
c.       Rujukan bagi penderita pneumonia berat atau penyakit sangant berat
Tabel 4. Tatalaksana penderita batuk dan atau kesukaran bernapas umur 2 bulan - < 5 tahun
UMUR 2 BULAN - < 5 TAHUN
TANDA
Tarikan dinding bawah ke dalam (TDDK)
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK)
Ada napas cepat
2bl -< 12 bl : > 50x/menit
12 bl -< 5 th : > 40x/menit
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK)
Tidak ada napas cepat :
2bl -< 12 bl : < 50x/menit
12bl -< 5 th : < 40x/menit
KLASIFIKASI
PNEUMONIA BERAT
PNEUMONIA
BATUK BUKAN PNEUMONIA
TINDAKAN
Rujuk segera ke rumah sakit
Beri 1 dosis antibiotic
Obati demam, jika ada
Obati wheezing, jika ada
Nasihati ibunya untuk tindakan perawatan di rumah
Beri antibiotic selama 3 hari
Anjurkan ibu untuk kontrol 2 hari atau lebih cepat bila keadaan anak memburuk
Obati demam, jika ada
Obati wheezing, jika ada
Bila batuk >3 minggu, rujuk
Nasihati ibunya untuk tindakan perawtan di rumah
Obati demam, jika ada
Obati whezzing, jika ada
PERIKSA DALAM 2 HARI ANAK YANG DIBERI ANTIBIOTIK
TANDA
MEMBURUK
TETAP SAMA
MEMBAIK

Tak dapat minum
Ada TDDK
Ada tanda bahaya

Napasnya melambat
Panasnya turun
Nafsu makan membaik
TINDAKAN
Rujuk SEGERA ke rumah sakit
Ganti antibiotik atau rujuk
Teruskan antibiotik sampai 3 hari

c)    Logistik P2 ISPA
Pelaksanaan program pengendalian P2 ISPA pada kasus pneumonia balita dukungan logistik yang dibutuhkan adalah :
1)      Obat
Obat yang digunakan adalah tablet kotrimoksazol 480 mg, sirup kotrimoksazol 240 mg/5ml, sirup kering amoksisilin 125 mg/5ml, dan tablet parasetamol 500 mg serta sirup parasetamol 120 mg/5 ml.
2)      Alat Bantu hitung napas ( acute respiratory infection sound timer)
Alat bantu  hitung napas didirancang untuk membantu petugas menghitung frekuensi napas dalam 1 menit. Sound timer berfungsi untuk menghitung frekuensi napas balita. Jumlah yang diperlukan disetiap unit pelaksana kesehatan minimal 3 buah. Alat ini memiliki masa pakai 2 tahun (10.000 kali pemakaian). Jumlah alat bantu hitung napas yang minimal diperlukan disuatu tingkat pelayanan kesehatan adalah tingkat puskesmas kebawah minimal 3 buah di tiap puskesmas, 1 buah di tiap pustu dan 1 buah di tiap bidan desa, tingkat kabupaten/kota minimal 3 buah di dinas kesehatan kabupaten/kota dan 3 buah di rumah sakit umum di ibukota kabupaten/kota, kemudian di tingkat provinsi minimal 1 buah di dinas kesehatan provinsi dan 1 buah di rumah sakit umum di ibukota provinsi
3)      Oksigen Konsentrator
Alat ini digunakan sebagai alat bantu pernapasan bagi penderita ISPA yang mengalami kesukaran bernapas dan cukup disediakan di puskesmas perawatan. Oksigen konsentrator berfungsi untuk memproduksi oksigen dari udara bebas. Alat ini diperuntukkan khususnya bagi unit pelayanan kesehatan rawat inap di daerah terpencil yang mempunyai sumber tenaga listrik atau jauh dari rumah sakit rujukan.
4)      Oksigen denyut (Pulseoxymetry)
Sebagai alat pengukur saturasi oksigen salam darah diperuntukan bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki oksigen konsentrator.
5)      Pedoman
Barang cetakan yang digunakan untuk membantu tatalaksana diantaranya buku pedoman program P2 ISPA, buku tatalaksana penderita ISPA pada balita, pedoman autopsi verbal, pedoman penanggulangan episenter pandemic influenza, pedoman respon nasional menghadapi pandemic influenza
6)      Media KIE
-        DVD Tatalaksana pneumonia Balita
Media ini berisi cara – cara bagaimana memeriksa anak yang menderita batuk, bagaimana menghitung frekuensi napas anak dalam satu menit dan melihat tanda penderita oneumonia berat berupa tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chestindrawing)
-        TV spot dan radio spot tentang pneumonia balita
-        Poster, leaflet, lembar balik, kit advokasi dan kit pemberdayaan masyarakat
d)    Pencatatan dan pelaporan
Untuk melaksanakan kegiatan pencegahan dan pengendalian penyakit secara efektif dan efisien diperlukan data dasar (baseline) dan data program yang lengkap dan akurat. Pelaporan rutin  kasus pneumonia tidak hanya bersumber dari puskesmas saja tetapi dari semua pelayanan kesehatan baik swasta maupun pemerintah, sehingga dapat menggambarkan situasi pneumonia yang sesungguhnya disuatu wilayah. Adapun pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan dipuskesmas meliputi:
-       Stempel program P2 ISPA
Setiap balita yang batuk dan atau kesukaran bernapas yang datang berobat ke puskesmas menggunakan stempel program P2 ISPA di kartu berobat mereka masing-masing
-       Register harian program P2 ISPA
Data-data dari stempel program P2 ISPA selanjutnya dimasukkan ke register harian program P2 ISPA yang merupakan rekapitulasi balita ISPA
-       Laporan bulanan program P2 ISPA
Laporan bulanan program P2 ISPA diambil dari register harian program P2 ISPA
Melalui dukungan data dan informasi ISPA yang akurat, diharapkan menghasilkan kajian dan evaluasi program yang tajam sehingga tindakan koreksi yang tepat dan perencanaan tahun dan menengah (5 tahunan) dapat dilakukan. Kecenderungan atau potensi masalah yang mungkin timbul dapat diantisipasi dengan baik khususnya dalam pengendalian pneumonia.

2)      Pengolahan, analisis dan interpretasi data
Data yang telah terkumpul baik dari institusi sendiri maupun dari institusi luar selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis. Pengolahan dan analisis data dilaksanakan baik oleh puskesmas, kabupaten/kota maupun provinsi. Di tingkat puskesmas pengolahan dan analisis data diarahkan untuk tujuan tindakan koreksi secara langsung dan perencanaan operasional tahunan, sedangkan di tingkat kabupaten/kota diarahkan untuk tujuan bantuan tindakan dan penentuan kebijakan pemberantasan serta perencanaan tahunan atau 5 tahunan di wilayah kerjanya masing-masing.
Pada langkah analisis dan interpretasi data ini,  kualitas sangat tergantung pada ketrampilan dan kemampuan yang memadai dibidang epidemiologi serta wawasan yang luas, sehingga nantinya dengan hasil analisis dan interpretasi data tersebut mampu untuk membuat rekomendasi dalam menentukan tindakan yang perlu dilakukan oleh pihak yang berkepentingan dalam memecahkan masalah P2 ISPA  yang ada.
Analisis sederhana data P2 ISPA yang bisa dilakukan oleh pengelola program adalah dengan melakukan  analisis data mentah menjadi menjadi tabel, grafik atau peta, dan penyajian ketiga hasil analisa tersebut harus bersifat sederhana dan sebanyak-banyaknya hanya 3 variabel saja yaitu komunikatif, informatif, dan maksud yang diharapkan oleh penganalisa dapat dipahami oleh penerima hasil analisa.
Analisis lanjut data P2 ISPA bisa dilakukan oleh pengelola program dengan melakukan analisis terhadap tabel, grafik dan peta sehingga menghasilkan telaahan mendalam terhadap suatu masalah yang dianalisis. Analisis ini mencurahkan semua kemampuan penganalisis, termasuk kecerdasan, pengetahuan tentang penyakit dan faktor risiko, pengetahuan tentang kondisi populasi saat sekarang dan kemungkinan yang dihadapi dimasa yang akan datang, serta kecerdikan dan keuletan.

3)      Umpan balik dan penyebarluasan informasi
Data-data yang sudah terkumpul, diolah, dianalisis dan telah diinterpretasikan, maka langkah selanjutnya adalah memberikan umpan balik kepada sumber-sumber data surveilans P2 ISPA tersebut agar mudah memberikan kesadaran kepada sumber data tentang pentingnya proses pengumpulan data sebagai kunci dalam keberhasilan surveilans. Bentuk umpan balik biasanya ringkasan informasi atau korektif laporan yang dikumpulkan.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk melakukan penyebarluasan informasi P2 ISPA yaitu dengan membuat suatu laporan hasil kajian yang disampaikan kepada atasan, membuat tulisan dimajalah rutin, membuat laporan kajian untuk seminar dan pertemuan, memanfaatkan media internet yang setiap saat dapat diakses dengan mudah.

4)      Frekuensi laporan
Frekuensi laporan dalam program P2 ISPA dilakukan secara periodik setiap bulan. Setiap UPK akan melaporkan hasil penemuan kasus setiap bulan maksimal sampai ke dinas kesehatan kabupaten pada tanggal 5 bulan berikutnya. Dinas kesehatan kabupaten akan melaporkan ke dinas kesehatan propinsi paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Selanjutnya dinas kesehatan propinsi akan melaporkan ke Kementrian Kesehatan Republik Indonesia paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.

5)      Pemantauan dan evaluasi
Salah satu fungsi manajemen untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program adalah kegiatan pemantaun dan evaluasi. Pemantauan dilaksanakan secara berkala dan terus menerus untuk dapat segera mendeteksi bila terjadi masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, agar dapat dilakukan tindakan perbaikan segera.
Kegiatan evaluasi dilakukan setelah suatu jarak waktu atau interval lebih lama, misalnya setiap 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Kegiatan evaluasi dapat menilai sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai dengan menggunakan indikator. Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan perencanaan kegiatan selanjutnya.

Sumber :

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Blog Baru

Haii.... Silahkan beralih ke Blog saya yang kedua di http://nurvitawikansari.com Selamat membaca.. Terima Kasih :)