1.
Sistem
surveilans P2 ISPA
Sistem surveilans P2 ISPA adalah kegiatan mencatat,
mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menginterpretasikan data kasus
menurut waktu, tempat kejadian serta menyebarluaskan informasi sesuai kebutuhan
program P2 ISPA yang dilakukan terus
menerus dan sistematis.
2.
Tujuan
surveilans P2 ISPA
Tujuan evaluasi terhadap sistem surveilans P2 ISPA
adalah untuk memantu dan mengevaluasi pelaksanaan P2 ISPA dengan melihat
ketepatan dan kelengkapan data surveilans, ketepatan waktu laporan, penggunaan
data, penyajian data, serta penyusunan umpan balik atau rekomendasi, sehingga
hasilnya nanti dapat diidentifikasi kelamahan yang ada pada pelaksanaan sistem
surveilans P2 ISPA.
3.
Pelaksanaan
Surveilans P2 ISPA
Kegiatan surveilans P2 ISPA diantaranya pengumpulan
data penderita P2 ISPA, pengolahan data, analisis data, interpretasi data dan
penyebarluasan informasi. Adapun pelaksanaan dari kegiatan surveilans P2
ISPA adalah sebagai berikut:
1)
Pengumpulan data
a)
Penemuan penderita P2 ISPA
Pelaksanaan Program P2 ISPA yang menjadi target
penemuan penderita adalah penderita pneumonia
balita saja, sedangkan penderita ISPA non pneumonia dan non balita tidak merupakan target program
pengendalian pneumonia
balita.
Penderita ISPA non balita, ISPA balita selain batuk
bukan pneumonia (non common cold) diberi
tatalaksana atau pengobatan sesuai pola yang berlaku di sarana kesehatan
yang bersangkutan. Sedangkan penderita ISPA balita yang masuk dalam klasifikasi
batuk bukan pneumonia dengan diagnosis batuk pilek biasa atau common cold
diberikan tatalaksana atau pengobatan sesuai dengan pedoman program P2 ISPA.
Penemuan kasus pneumonia
balita, meliputi :
-
Penemuan kasus secara pasif
Kegiatan penemuan ini dilaksanakan di seluruh Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) yang ada mulai dari tingkat
desa atau poskesdes, puskesmas pembantu, puskesmas sampai rumah sakit. Setiap
petugas kesehatan di UPK melakukan deteksi dini kasus pneumonia balita sesuai kriteria klasifikasi kasus.
-
Penemuan kasus secara aktif
Kegiatan ini dilaksanakan oleh petugas UPK bersama kader secara aktif
mendatangi sasaran (pasien) di wilayah kerja atau lapangan.
Penemuan kasus secara aktif dan pasif tetap menggunakan klasifikasi
sesuai dengan tabel 2 berikut tentang klasifikasi berdasarkan adanya batuk dan
atau kesukaran bernapas disertai peningkatan frekuensi napas sesuai umur.
Tabel
2. Klasifikasi Berdasarkan Adanya Batuk dan atau Kesukaran Bernapas disertai
Peningkatan Frekuensi Napas Sesuai Umur
Kelompok Umur
|
Klasifikasi
|
Tanda Penyerta Selain Batuk dan atau Sukar bernapas
|
2 bulan –
< 5 tahun
|
Pneumonia Berat
|
Tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (chest
indrawing)
|
Pneumonia
|
Napas cepat sesuai golongan umur:
2 bulan-<1 tahun: ≥50X/menit
1-<5 tahun
: ≥40X/menit
|
|
Bukan Penumonia
|
Tidak ada napas cepat dan Tidak ada tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam
|
|
< 2 bulan
|
Penumonia berat
|
Napas cepat ≥ 60 X/menit atau tarikan kuat dinding dada
bagian bawah kedalam (chest indrawing)
|
Bukan Pneumonia
|
Tidak ada napas cepat dan Tidak ada tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam
|
Target penemuan penderita pneumonia
bagi balita di suatu puskesmas di dasarkan pada angka insidens pneumonia balita dan jumlah balita di
wilayah kerja puskesmas yang bersangkutan. Jika angka insidens pneumonia untuk suatu daerah belum
diketahui maka dapat digunakan angka perkiraan (nasional) insidens pneumonia balita di Indonesia yaitu
10%. Jumlah balita disuatu daerah diperkirakan sebesar 10% dari jumlah total
penduduk. Namun jika provinsi, kabupaten atau kota memiliki data jumlah balita
secara riil yang bisa dipertanggungjawabkan di wilayahnya, maka dapat
menggunakan data tersebut sebagai dasar untuk menghitung target cakupan
penemuan penderita pneumonia balita.
Rumus perkiraan jumlah penderita pneumonia Balita di suatu wilayah kerja
per tahun adalah sebagai berikut :
·
Bila jumlah
balita sudah diketahui
Insidens
pneumonia balita = 10% jumlah balita
·
Bila jumlah balita
belum diketahui
Perkiraan jumlah balita =
10% jumlah penduduk
Target penemuan
penderita pneumonia balita adalah jumlah penderita pneumonia balita yang harus
ditemukan / dicapai di suatu wilayah dalam 1 tahun sesuai dengan kebijakan yang
berlaku setiap tahun secara nasional.
Contoh :
Kebijakan tahun
2011 target penemuan penderita pneumonia balita = 70%
Maka puskesmas
Mekati :
Jumlah
(minimal) penderita pneumonia balita yang harus dicapai adalah
70% x 300
penderita pneumonia balita = 210 balita/tahun
70% x (210
penumonia balita : 12) = 17 – 18 balita/bulan
Bila puskesmas
melati dalam setahun menemukan 180 penderita maka pencapaian target penemuan
adalah (180/300) x 100% = 60%
Jadi, puskesmas
melati tidak mencapai target 70%, oleh karena itu perlu dianalisis penyebab
permasalahannya sehingga dapat diketahui pemecahan masalah dan sapat
ditindaklanjuti untuk tahun berikutnya.
b)
Tatalaksana penderita pneumonia balita
Pola tatalaksana penderita yang dipakai dalam pelaksanaan pengendalian
ISPA untuk penanggulangan pneumonia pada balita didasarkan pada pola
tatalaksana penderita ISPA yang diterbitkan WHO tahun 1988 yang telah mengalami
adaptasi sesuai kondisi Indonesia
Tabel 3. Tatalaksana penderita batuk dan atau kesukaran bernapas umur
< 2 bulan
Tanda
|
Tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam yang kuat(TDDK kuat)
ATAU
Adanya
napas cepat 60 x/menit atau lebih
|
Tidak
ada TDDK kuat
DAN
Tidak
ada napas cepat, frekuensi napas : kurang dari 60 x/menit
|
Klasifikasi
|
PNEUMONIA
BERAT
|
BATUK
BUKAN PNEUMONIA
|
Tindakan
|
Rujuk
segera ke rumah sakit
Beri
1 dosis antibiotik
Obati
demam, jika ada
Obati
wheezing, jika ada
Anjurkan
ibunya untuk tetap memberikan ASI
|
Nasihati
ibu untuk tindakan perawatan di rumah/menjaga bayi tetap hangat
Memberi
ASI lebih sering
Memberikan
lubang hidung jika mengganggu pemberian ASI
Anjurkan
ibu untuk kembali kontrol jika :
a. Pernapasa menjadi cepat atau sukar
b. Kesulitan minum ASI
c.
Sakitnya bertambah parah
|
Setelah penderita pneumonia balita ditemukan dilakukan tatalaksana
sebagai berikut :
a. Pengobatan dengan menggunakan antibiotic :
kotrimoksazol, amoksisilin selama 3 hari dan obat simptomatis yang diperlukan
seperti parasetamol, salbutamol
b. Tindak lanjut bagi penderita yang kunjungan ulang
yaitu penderita 2 hari setelah mendapat antibiotic di fasilitas pelayanan
kesehatan
c. Rujukan bagi penderita pneumonia berat atau penyakit
sangant berat
Tabel 4. Tatalaksana penderita batuk dan atau kesukaran bernapas umur 2
bulan - < 5 tahun
UMUR 2 BULAN - < 5 TAHUN
|
|||
TANDA
|
Tarikan
dinding bawah ke dalam (TDDK)
|
Tidak
ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK)
Ada
napas cepat
2bl
-< 12 bl : > 50x/menit
12
bl -< 5 th : > 40x/menit
|
Tidak
ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK)
Tidak
ada napas cepat :
2bl
-< 12 bl : < 50x/menit
12bl
-< 5 th : < 40x/menit
|
KLASIFIKASI
|
PNEUMONIA
BERAT
|
PNEUMONIA
|
BATUK
BUKAN PNEUMONIA
|
TINDAKAN
|
Rujuk
segera ke rumah sakit
Beri
1 dosis antibiotic
Obati
demam, jika ada
Obati
wheezing, jika ada
|
Nasihati
ibunya untuk tindakan perawatan di rumah
Beri
antibiotic selama 3 hari
Anjurkan
ibu untuk kontrol 2 hari atau lebih cepat bila keadaan anak memburuk
Obati
demam, jika ada
Obati
wheezing, jika ada
|
Bila
batuk >3 minggu, rujuk
Nasihati
ibunya untuk tindakan perawtan di rumah
Obati
demam, jika ada
Obati
whezzing, jika ada
|
PERIKSA DALAM 2 HARI ANAK YANG DIBERI ANTIBIOTIK
|
|||
TANDA
|
MEMBURUK
|
TETAP
SAMA
|
MEMBAIK
|
|
Tak
dapat minum
Ada
TDDK
Ada
tanda bahaya
|
|
Napasnya
melambat
Panasnya
turun
Nafsu
makan membaik
|
TINDAKAN
|
Rujuk
SEGERA ke rumah sakit
|
Ganti
antibiotik atau rujuk
|
Teruskan
antibiotik sampai 3 hari
|
c)
Logistik P2 ISPA
Pelaksanaan program pengendalian P2 ISPA pada kasus pneumonia balita dukungan logistik
yang dibutuhkan adalah :
1) Obat
Obat yang
digunakan adalah tablet kotrimoksazol 480 mg, sirup kotrimoksazol 240 mg/5ml,
sirup kering amoksisilin 125 mg/5ml, dan tablet parasetamol 500 mg serta sirup
parasetamol 120 mg/5 ml.
2) Alat
Bantu hitung napas ( acute
respiratory infection sound timer)
Alat bantu hitung napas didirancang untuk membantu
petugas menghitung frekuensi napas dalam 1 menit. Sound timer berfungsi
untuk menghitung frekuensi napas balita. Jumlah yang diperlukan disetiap unit
pelaksana kesehatan minimal 3 buah. Alat ini memiliki masa pakai 2 tahun
(10.000 kali pemakaian). Jumlah alat bantu hitung napas yang minimal diperlukan
disuatu tingkat pelayanan kesehatan adalah tingkat puskesmas kebawah minimal 3
buah di tiap puskesmas, 1 buah di tiap pustu dan 1 buah di tiap bidan desa, tingkat
kabupaten/kota minimal 3 buah di dinas kesehatan kabupaten/kota dan 3 buah di
rumah sakit umum di ibukota kabupaten/kota, kemudian di tingkat provinsi
minimal 1 buah di dinas kesehatan provinsi dan 1 buah di rumah sakit umum di
ibukota provinsi
3) Oksigen
Konsentrator
Alat ini digunakan sebagai alat bantu pernapasan bagi penderita ISPA yang
mengalami kesukaran bernapas dan cukup disediakan di puskesmas perawatan.
Oksigen konsentrator berfungsi untuk memproduksi oksigen dari udara bebas. Alat
ini diperuntukkan khususnya bagi unit pelayanan kesehatan rawat inap di daerah
terpencil yang mempunyai sumber tenaga listrik atau jauh dari rumah sakit
rujukan.
4) Oksigen denyut (Pulseoxymetry)
Sebagai alat
pengukur saturasi oksigen salam darah diperuntukan bagi fasilitas pelayanan
kesehatan yang memiliki oksigen konsentrator.
5) Pedoman
Barang cetakan yang digunakan untuk membantu
tatalaksana diantaranya buku pedoman program P2 ISPA, buku tatalaksana
penderita ISPA pada balita, pedoman autopsi verbal, pedoman penanggulangan
episenter pandemic influenza, pedoman respon nasional menghadapi pandemic
influenza
6) Media KIE
-
DVD Tatalaksana
pneumonia Balita
Media ini berisi
cara – cara bagaimana memeriksa anak yang menderita batuk, bagaimana menghitung
frekuensi napas anak dalam satu menit dan melihat tanda penderita oneumonia
berat berupa tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chestindrawing)
-
TV spot dan
radio spot tentang pneumonia balita
-
Poster, leaflet,
lembar balik, kit advokasi dan kit pemberdayaan masyarakat
d)
Pencatatan dan pelaporan
Untuk melaksanakan kegiatan pencegahan dan
pengendalian penyakit secara efektif dan efisien diperlukan data dasar (baseline)
dan data program yang lengkap dan akurat. Pelaporan rutin kasus pneumonia
tidak hanya bersumber dari puskesmas saja tetapi dari semua pelayanan kesehatan
baik swasta maupun pemerintah, sehingga dapat menggambarkan situasi pneumonia yang sesungguhnya disuatu
wilayah. Adapun pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan dipuskesmas meliputi:
-
Stempel program P2 ISPA
Setiap balita yang batuk dan atau kesukaran bernapas yang datang berobat
ke puskesmas menggunakan stempel program P2 ISPA di kartu berobat mereka
masing-masing
-
Register harian program P2 ISPA
Data-data dari stempel program P2 ISPA selanjutnya dimasukkan ke register
harian program P2 ISPA yang merupakan rekapitulasi balita ISPA
-
Laporan bulanan program P2 ISPA
Laporan bulanan program P2 ISPA diambil dari register harian program P2
ISPA
Melalui dukungan data dan informasi ISPA yang akurat,
diharapkan menghasilkan kajian dan evaluasi program yang tajam sehingga
tindakan koreksi yang tepat dan perencanaan tahun dan menengah (5 tahunan)
dapat dilakukan. Kecenderungan atau potensi masalah yang mungkin timbul dapat
diantisipasi dengan baik khususnya dalam pengendalian pneumonia.
2)
Pengolahan, analisis dan interpretasi data
Data yang telah terkumpul baik dari institusi sendiri
maupun dari institusi luar selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisis.
Pengolahan dan analisis data dilaksanakan baik oleh puskesmas, kabupaten/kota
maupun provinsi. Di tingkat puskesmas pengolahan dan analisis data diarahkan
untuk tujuan tindakan koreksi secara langsung dan perencanaan operasional
tahunan, sedangkan di tingkat kabupaten/kota diarahkan untuk tujuan bantuan
tindakan dan penentuan kebijakan pemberantasan serta perencanaan tahunan atau 5
tahunan di wilayah kerjanya masing-masing.
Pada langkah analisis dan
interpretasi data ini, kualitas sangat
tergantung pada ketrampilan dan kemampuan yang memadai dibidang epidemiologi
serta wawasan yang luas, sehingga nantinya dengan hasil analisis dan
interpretasi data tersebut mampu untuk membuat rekomendasi dalam menentukan
tindakan yang perlu dilakukan oleh pihak yang berkepentingan dalam memecahkan
masalah P2 ISPA yang ada.
Analisis sederhana data P2 ISPA yang bisa dilakukan
oleh pengelola program adalah dengan melakukan
analisis data mentah menjadi menjadi tabel, grafik atau peta, dan
penyajian ketiga hasil analisa tersebut harus bersifat sederhana dan
sebanyak-banyaknya hanya 3 variabel saja yaitu komunikatif, informatif, dan
maksud yang diharapkan oleh penganalisa dapat dipahami oleh penerima hasil
analisa.
Analisis lanjut data P2 ISPA bisa dilakukan oleh
pengelola program dengan melakukan analisis terhadap tabel, grafik dan peta
sehingga menghasilkan telaahan mendalam terhadap suatu masalah yang dianalisis.
Analisis ini mencurahkan semua kemampuan penganalisis, termasuk kecerdasan,
pengetahuan tentang penyakit dan faktor risiko, pengetahuan tentang kondisi
populasi saat sekarang dan kemungkinan yang dihadapi dimasa yang akan datang,
serta kecerdikan dan keuletan.
3)
Umpan balik dan penyebarluasan informasi
Data-data yang sudah terkumpul, diolah, dianalisis dan
telah diinterpretasikan, maka langkah selanjutnya adalah memberikan umpan balik
kepada sumber-sumber data surveilans P2 ISPA tersebut agar mudah memberikan
kesadaran kepada sumber data tentang pentingnya proses pengumpulan data sebagai
kunci dalam keberhasilan surveilans. Bentuk umpan balik biasanya ringkasan
informasi atau korektif laporan yang dikumpulkan.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk melakukan
penyebarluasan informasi P2 ISPA yaitu dengan membuat suatu laporan hasil
kajian yang disampaikan kepada atasan, membuat tulisan dimajalah rutin, membuat
laporan kajian untuk seminar dan pertemuan, memanfaatkan media internet yang
setiap saat dapat diakses dengan mudah.
4)
Frekuensi laporan
Frekuensi laporan dalam program P2 ISPA dilakukan
secara periodik setiap bulan. Setiap UPK akan melaporkan hasil penemuan kasus
setiap bulan maksimal sampai ke dinas kesehatan kabupaten pada tanggal 5 bulan berikutnya.
Dinas kesehatan kabupaten akan melaporkan ke dinas kesehatan propinsi paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Selanjutnya dinas kesehatan propinsi akan
melaporkan ke Kementrian Kesehatan Republik Indonesia paling lambat tanggal 15
bulan berikutnya.
5)
Pemantauan dan evaluasi
Salah satu fungsi manajemen untuk menilai keberhasilan
pelaksanaan program adalah kegiatan pemantaun dan evaluasi. Pemantauan
dilaksanakan secara berkala dan terus menerus untuk dapat segera mendeteksi
bila terjadi masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, agar
dapat dilakukan tindakan perbaikan segera.
Kegiatan evaluasi dilakukan setelah suatu jarak waktu
atau interval lebih lama, misalnya setiap 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Kegiatan
evaluasi dapat menilai sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan
sebelumnya dicapai dengan menggunakan indikator. Hasil evaluasi sangat berguna
untuk kepentingan perencanaan kegiatan selanjutnya.
Sumber :
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. 2011. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Jakarta
: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. 2012. Modul Tatalaksana Standar Pneumonia. Jakarta : Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.