Faktor risiko
hipertensi dibagi menjadi 2 kelompok yaitu faktor risiko yang tidak dapat
diubah dan faktor risiko yang dapat diubah. Berikut adalah faktor-faktor risiko
penyakit hipertensi :
1.
Hipertensi
yang tidak dapat dimodifikasi
Hipertensi
yang tidak dapat dimodifikasi adalah hipertensi yang terjadi karena faktor
alami seperti umur, keturunan, dan jenis kelamin atau faktor-faktor yang tidak
dapat diubah antara lain faktor genetika, umur, jenis kelamin, dan etnis.
a. Faktor
umur
Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi.
Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi menjadi lebih besar
sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi, yaitu
sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas 65 tahun. (Kemenkes RI, 2013).
Hampir setiap orang mengalami kenaikan
tekanan darah ketika usianya semakin bertambah. Jadi semakin tua usianya,
kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. Tekanan sistolik
terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus naik sampai
usia 55-60 tahun, kemudian secara perlahan atau bahkan drastis menurun. (Puspitorini, 2009).
Pada populasi tertentu, misalnya Indian
Yanamamo di Brazil dan Pengembara Kenya, kenaikan tekanan darah yang berkaitan
dengan umur ini tidak terlihat nyata, terutama pada populasi yang rendah
konsumsi garamnya(Puspitorini, 2009).
b. Jenis
kelamin
Pada usia dini tidak
terdapat bukti nyata perbedaan tekanan darah antara pria dan wanita. Akan
tetapi mulai pada masa remaja, pria cenderung memiliki tekanan darah tinggi.
Perbedaan tekanan darah antara pria dan wanita lebih jelas terlihat pada orang
dewasa muda dan orang setengah baya. Perubahan pada masa tua antara lain dapat
diketahui dengan tingkat kematian awal yang lebih tinggi pada pria setengah
baya pengidap hipertensi, sementara perubahan pasca-menopause pada wanita dapat
pula berpengaruh pada tekanan darah (Firman, 2011).
Pada umumnya pria
memiliki kemungkinan lebih besar untuk terserang hipertensi daripada wanita.
Hipertensi berdasarkan gender ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor
psikologis. Pada wanita seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat, seperti
merokok dan kelebihan berat badan, depresi, dan rendahnya status pekerjaan.
Sedangkan pada pria lebih berhubungan dengan pekerjaan, seperti perasaan kurang
nyaman terhadap pekerjaan dan menganggur (Firman, 2011).
Faktor gender berpengaruh
pada terjadinya hipertensi, dimana pria lebih banyak menderita hipertensi
dibandingkan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah
sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan
tekanan darah dibanding dengan wanita. Namun setelah memasuki menopause,
prevalensi hipertensi pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya
hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan
oleh faktor hormonal. Penelitian di Indonesia prevalensi lebih tinggi pada
wanita (Puspitorini, 2009).
c. Keturunan
(genetik)
Riwayat keluarga dekat
yang menderita hipertensi juga mempertinggi risiko mendapatkan hipertensi
khususnya hipertensi primer. Data statistik menyatakan bahwa seseorang akan
memiliki berpotensi untuk mendapatkan hipertensi apabila orang tuanya menderita
hipertensi. Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan, apabila seorang
dari orang tua mempunyai hipertensi maka anak/keturunan tersebut berisiko
mendapatkan hipertensi 25%. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi,
kemungkinan anak/keturunan mendapatkan hipertensi sebesar 60% (Mannan et al., 2012).
Menurut penelitian Elvyrah (2011) bahwa riwayat keluarga
memiliki risiko 2,9 kali menderita hipertensi. Hal ini sejalan dengan
penelitian (Mannan et al.,2012) bahwa bila terdapat
penyakit hipertensi pada riwayat keluarga maka keturunannya akan berisiko
menderita hipertensi sebesar 4,36 kali.
2.
Hipertensi
yang dapat dimodifikasi
Hipertensi yang dapat dimodifikasi
adalah hipertensi yang dapat dicegah atau faktor yang dapat diubah dengan
pengaturan pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup seperti
kegemukan, olah raga, merokok, konsumsi minyak jelantah(Lisa, 2012).
a.
Indeks
massa tubuh
Indeks massa
tubuh yaitu perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam
meter. Kaitan erat antara kelebihan berat badan dengan kenaikan tekanan darah
telah dilaporkan beberapa studi. Berat badan dan indeks masa tubuh berkorelasi
langsung dengan tekanan darah. (Kemenkes, 2011). Klasifikasi
indeks massa tubuh menurut rekomendasi World Health Organization untuk
wilayah Asia, normal bila indeks massa tubuh (<25kg/m2), overweight
(25-<30kg/m2 dan obesitas (≥30 kg/m2). Bukti
mengenai hubungan yang langsung antara berat badan dan tekanan darah muncul
dari kajian dan pengamatan-pengamatan. Pada kebanyakan kajian, kejadian
kelebihan berat badan mengakibatkan 2-6 kali kenaikan risiko mendapat
hipertensi.
Penelitian ini
dilakukan pada 2.353 masyarakat Mongolia yang berusia lebih dari 20 tahun di
Cina, menyebutkan bahwa obesitas dan kelebihan berat badan merupakan faktor
risiko yang dapat meningkatkan kejadian hipertensi di Mongolia, Cina(Zhang et.al., 2009). Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Elvyrah (2011) bahwa seseorang
yang mengalami obesitas berisiko mendapatkan hipertensi sebesar 2,78 kali
dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas.
b.
Merokok
Merokok dapat
meningkatkan tekanan darah, nikotin pada rokok sangat membahayakan kesehatan
karena nikotin dapat meningkatkan tekanan darah dan pengapuran pada dinding
pembuluh darah. Dua batang rokok terbukti dapat meningkatkan tekanan darah
sebesar 10 mm/Hg(Selvi, 2009).
Rokok akan
mengakibatkan terjadinya vasokonstruksi pembuluh darah perifer dan pembuluh
darah di ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Merokok sebatang
tiap hari akan meningkatkan tekanan darah sistolik 10-25 mmHg serta menambah
detak jantung 5-20 kali per menit.
Zat-zat kimia
beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk
ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, dan
mengakibatkan proses atereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Merokok dapat
mengakibatkan jantung berdetak lebih cepat dan memicu terjadinya penyempitan
pembuluh darah. Hal itu memaksa jantung bekerja lebih keras sehingga mendorong
naiknya tekanan darah. Merokok pada penderita hipertensi dapat memicu serangan
jantung, stroke, gangrene (pembusukan kaki) dan kerusakan organ tubuh lain.
Berhenti merokok akan mengurangi risiko parahnya hipertensi(Puspitorini, 2009).
Lewa (2010)
dalam penelitiannya mengenai faktor-faktor risiko hipertensi sistolik
terisolasi pada lanjut usia menyatakan bahwa kebiasaan merokok dapat
meningkatkan kejadian hipertensi sebesar 3,35 kali. Hal ini serupa dengan yang
diungkapkan Fatma (2010) dalam penelitiannya mengenai pola konsumsi, gaya hidup
dan indeks masa tubuh sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi pada nelayan,
yang menyatakan bahwa kebiasaan merokok dapat meningkatkan kejadian hipertensi
sebesar 2,5 kali. Hal yang berbeda diungkapkan oleh Saifullah (2007) dalam
penelitiannya mengungkapkan bahwa merokok tidak berpengaruh terhadap kejadian
hipertensi.
c.
Konsumsi
Alkohol
Katekholamin
merupakan hormon yang dapat menyebabkan darah tinggi. Konsumsi alkohol dapat
meningkatkan sintesis katekholamin, dimana terdapatnya katekholamin dalam
jumlah besar di dalam tubuh akan memicu kenaikan tekanan darah (Purwati et al., 2006).
Meskipun
mekanismenya belum diketahui dengan pasti, alkohol juga dihubungkan dengan
kejadian hipertensi. Orang yang mengkonsumsi alkohol terlalu banyak atau
peminum alkohol berat, cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang bukan peminum atau minum sedikit (Suyono, 2001).
Walaupun mekanismenya belum jelas, peningkatan tekanan darah akibat mengkonsumsi
alkohol, diduga terjadi karena peningkatan kadar kortisol, peningkatan volume
sel darah merah, dan kekentalan darah merah yang berperan dalam menaikkan
tekanan darah (Khomsan, 2003).
Survei
menunjukkan bahwa 10% kejadian hipertensi, terkait dengan konsumsi alkohol
(Khomsan, 2003). Risiko terhadap kejadian hipertensi akan meningkat sebesar dua
kali, jika mengkonsumsi minuman beralkohol sebanyak tiga gelas atau lebih per
hari (Saverio et al., 2004).
d.
Konsumsi
Kopi
Kopi mengandung
zat kimia Xantin yang mempunyai
derifat kafein, teofilin dan teobromin. Kafein dapat mempengaruhi pembuluh
darah dengan mempersempit pembuluh darah di otak, akibatnya kerja jantung
menjadi meningkat dan terjadi hipertensi (Misti,2009). MenurutGeleijnse (2008) bahwa konsumsi
kopi sebanyak cangkir per hari maka akan meningkatkan tekanan darah sebanyak
2/1 mm/Hg dibandingkan dengan orang tidak mengkonsumsi kopi. Hal ini sejalan
dengan penelitian Misti (2009) bahwa terdapat hubungan signifikan antara
mengkonsumsi kopi dengan kejadian hipertensi terutama pada wanita.
e.
Kebiasaan
Olahraga
Aktifitas fisik
secara umum berkaitan dengan kebiasaan olahraga merupakan salah satu bentuk
penggunaan energi dalam badan disamping metabolisme basal dan spesific dynamic action dari jenis
makanan. Aktifitas fisik dapat suatu kegiatan olahraga guna mencegah terjadinya
penimbunan lemak dalam tubuh(Sari, 2010).
Kegemukan
terjadi bukan hanya kelebihan jumlah energi akan tetapi kurangnya aktifitas
fisik. Kelebihan berat badan memaksa jantung bekerja lebih keras lagi. Olahraga
yang disertai dengan penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan darah
dengan menurunkan kecepatan denyut jantung istirahat dan tahanan perifer total
dan meningkatkan HDL yang dapat mengurangi terbentuknya ateroskelosis akibat
hipertensi(Sari, 2010).
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan kemenkes bahwa melakukan aktifitas fisik secara
teratur (aktivitas fisik erobik selama 30-45 menit/hari) diketahui sangat
efektif dalam menurunkan hipertensi hingga mencapai 19% sampai 30%. Begitu juga
dengan kebugaran kardio respirasi pada paruh baya diduga meningkatkan
hipertensi sebesar 50%. Penelitian ini sejalan dengan Sari (2010) bahwa
kurangnya olahraga berisiko mendapat hipertensi sebesar 6,3 kali dan Tondong (2012) menyatakan
bahwa aktifitas fisik yang kurang berpotensi mendapatkan hipertensi sebesar 3,4
kali dibandingkan seseorang yang melakukan aktifitas fisik secara teratur.